Ali berlari-lari kecil mengelilingi empang di dekat rumah
nenek. Ia tampak gembira sekali. Maklum, ini adalah liburan pertamanya ke
kampung. Karena selama ini, kalau ia rindu dengan kakek dan nenek, maka mereka
berdualah yang akan datang ke Jakarta .
Ketika pertama kali sampai di kampung, Ali kelihatan
bingung. Ia tak menyangka kalau gunung itu
bisa lebih tinggi daripada gedung-gedung bertingkat di Jakarta . “Hebat ya Kek, gunung yang itu bisa
menahan awan” ujarnya takjub.
Liburan kali ini Ali tidak ditemani oleh Mama dan Papa.
Mereka hanya datang untuk mengantar
saja, selanjutnya mereka pulang ke Jakarta
karena banyak pekerjaan. “Ali harus jadi anak yang rajin ya” pesan Mama sebelum
pulang. “iya, dan jangan sampai membuat kakek nenek khawatir” tambah Ayah. Ali
mengangguk, ia sudah hafal betul nasehat itu.
Setelah mengantar kepergian Mama dan Papa. Ali diajak oleh
Kakek ke pasar hewan tradisional. Aroma pasar dan hewan-hewan yang ada disana
tidak mengurangi rasa takjub Ali, “Kakek, hewan-hewannya banyak yah” teriaknya
sambil berlari-lari. Setelah cukup lama mengelilingi pasar, mereka akhirnya
pulang. Ditangan Ali kini ada dua ekor anak ayam, kakek yang membelikannya
untuk Ali.
Besok rencananya Ali akan di ajak Kakek mendaki bukit. Namun
sesampainya di rumah, kakek ternyata mendapat undangan dari pak RT untuk ikut gotong
royong yang diadakan besok pagi. Itu artinya rencana semula mereka harus
dibatalkan.
Ali jelas kecewa berat. Bayangannya untuk mendaki bukit
pupus. Ia mengadu pada Nenek.”nek, apa
sih gotong royong itu ? kok Kakek bela-belain pergi gotong royong daripada
ngajak aku jalan-jalan ?” tanyanya.
Nenek kemudian meletakkan beberapa pakaian yang sudah
dilipatnya ke dalam lemari.
“sini, duduk disamping Nenek” ujarnya lembut.
Ali mengikuti perintah Nenek dengan enggan.
“Ali, gotong royong itu maksudnya sama dengan kerja sama”
kata nenek memulai penjelasannya.
“kerja sama ?”
“benar, gotong royong itu artinya melakukan suatu pekerjaan
secara bersama-sama”
Kening Ali berkerut “apa enaknya nek ?”
Nenek tersenyum “begini ya Ali, kalau kita mengerjakan suatu
pekerjaan dengan bersama-sama maka pekerjaan itu akan cepat selesainya” Nenek sengaja berhenti agar
Ali mampu mencerna penjelasannya.
“tapi apa untungnya bagi kita Nek ? kan capek ?”
Nenek menatap Ali, ia kagum pada ke kritisan cucunya yang
satu ini. “untungnya gotong royong? Banyak, salah satunya hati kita menjadi puas”
jawab Nenek.
Ali tak mengerti “puas..? memangnya kita dibayar Nek ?”
“Puas disini artinya hati kita menjadi tentram, kalau kita
ikut gotong royong itu artinya kita menolong orang, dan menolong orang tentu
dapat pahala kan
?”
Ali mengangguk
“selain itu dengan ikut gotong royong rasa kekeluargaan kita
juga akan meningkat, karena sewaktu gotong royong kita akan berkumpul dengan
warga yang lain” jelas Nenek panjang lebar.
Ali mulai mengerti, “tapi kenapa nggak pake kuli bangunan
aja Nek ? kan
enak, nggak susah” usulnya.
Nenek menggeleng,”nah, itulah yang membedakan orang Kota dan
Kampung.Kamu ingat nggak ?, para pejuang kita dulu ketika mereka memperjuangkan
kemerdekaan apakah digaji ? tidak, mereka dengan ikhlaas melakukannya. Karena
itulah kita bisa merdeka sekarang”
Kepala Ali mengangguk-angguk, ia merasa puas dengan jawaban
Nenek.
Keesokan paginya, dengan membawa sebuah skop kecil, Ali berangkat bersama Kakek.
Hari itu seluruh warga gotong royong
membersihkan kampung. Mau yang tua, muda, laki-laki atau perempuan semuanya
turun tangan membersihkan kampung.
Ali bersama anak-anak yang sebaya dengannya mendapat jatah
membersihkan Musholla. Tak tampak rasa kesal dan menyesal di wajahnya. Ia
benar-benar gembira, gotong-royong itu ternyata asyik, tidak seperti apa yang
dibayangkan sebelumnya.
Siang harinya kondisi kampung jadi agak sedikit lenggang,
tak ada lagi tumbuhan-tumbuh liar di pinggir jalan. Batu-batu yang berserakan
pun kini sudah di tata sedemikian rupa. Pokoknya sekarang kampung kakek sudah
benar-benar bersih.
Sepiring pisang goreng dan secangkir teh begitiu nikmat
terasa. Ali yang duduk disamping kakek tak menyadari sudah menghabiskan empat
potong pisang goreng.padahal sewaktu di Jakarta
ia tak pernah suka dengan pisang goreng.
“ternyata pisang goreng di kampung lebih enak” ujarnya pada
Kakek.
“ha..,ha.. itu sih
karena kamu kelaparan” jawab kakek tak bis menahan tawanya.
Orang-orang yang berada di dekatnya pun tersenyum
Begitu sampai dirumah, Ali langsung mencari Nenek.
“Nenek, sekarang aku tahu kenapa Kakek suka ikut gotong
royong. Ternyata gotong royong itu seru” kata Ali pada nenek ketika baru
bertemu.
“tuh kan ,
apa Nenek bilang”
Ali mengangguk “pokoknya besok sepulang Ali kejakarta, akan
Ali ajak teman-teman gotong royong” janji Ali bersemangat.
Nenek mengacungkan jempolnya tanda setuju, “tapi gotong
royong apa dulu ?” tanya Nenek.
“Misalnya nanti ada ujian atau ulangan, aku akan ajak
teman-teman gotong royong mengerjakannya” jawab Ali bangga.
“Hah…??!” Nenek bengong.
No comments:
Post a Comment